Surabaya, (ANTARA News) – Peneliti ITS Surabaya menemukan
bio-ethanol dari singkong, atau bahan berkarbohidrat tinggi lainnya
untuk menggantikan minyak tanah.
“Bio-ethanol itu sangat hemat, karena satu liter minyak bio-ethanol
setara dengan sembilan liter minyak tanah biasa”, kata peneliti
bio-ethanol, Ir Sri Nurhatika MP di Surabaya, Kamis.
Didampingi Pembantu Rektor (PR) IV ITS Surabaya, Prof Ir Eko Budi
Djatmiko, ia mengatakan, harga satu liter bio-ethanol Rp10.000, sedang
sembilan liter minyak tanah berkisar Rp27.000 dengan asumsi harga
Rp3.000/liter.
“Tidak hanya itu, bio-ethanol juga dapat dibuat sendiri oleh masyarakat,
karena bahan pembuatan ethanol dapat ditemukan di pasar dan cara
pembuatannya pun mudah”, katanya mengungkapkan.
Menurut dia, ethanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung
karbohidrat, diantaranya ubi kayu, walur, kelapa sawit, tetes tebu,
kacang koro, limbah tahu, limbah sampah, dan sebagainya.
“Bahan paling ideal adalah ubi kayu yang di Jawa dikenal dengan sebutan
singkong gendruwo, karena tingkat karbohidrat-nya cukup tinggi. Singkong
gendruwo juga mengandung pati (racun) yang tak layak dikonsumsi,”
katanya menambahkan.
Cara pembuatannya, kata dosen senior Biologi ITS Surabaya itu, singkong
gendruwo itu ditumbuk halus, kemudian dimasak dengan panci sampai
menjadi bubur.
“Hasilnya diberi ragi (proses fermentasi) dan didiamkan selama 4-5 hari
sampai keluar ethanol-nya dengan kadar 90 persen. Kami menyebutnya
dengan minyak tanah BE.40″, katanya.
Namun, kadar ethanol 90 persen itu belum cukup untuk berfungsi seperti
minyak tanah, sebab kadar ethanol yang dibutuhkan adalah 95 persen.
Karena itu, perlu ditingkatkan.
“Kalau kadar ethanol-nya di bawah 95 persen masih mengandung Pb
(timbal), sedangkan bahan bakar harus bebas dari Pb, sebab kalau ada
Pb-nya bisa meledak”, katanya menegaskan.
Untuk menaikkan kadar ethanol itu, katanya, perlu ditambahkan batu kapur
(gamping), sehingga ethanol-nya menjadi “bersih” dari Pb.
Selain itu, kompor minyak tanah bio-ethanol itu juga tidak bersumbu,
sehingga dirinya bekerja sama dengan peneliti Teknik Mesin ITS Surabaya
untuk membuat desain kompor bio-ethanol.
“Hasil desain Teknik Mesin ITS itu akhirnya kami kerjasamakan dengan
Koperasi Manunggal Sejahtera Yogyakarta, untuk memproduksi kompor tanpa
sumbu yang harganya Rp40.000″, katanya.
Oleh karena itu, minyak tanah bio-ethanol tidak hanya ekonomis, tapi juga terbukti tanpa jelaga.
“Mungkin pemanasan minyak bio-ethanol yang agak lama. Misalnya, untuk
memasak mie, kompor minyak tanah biasa hanya membutuhkan waktu 10 menit,
sedangkan kompor bio-ethanol 2-3 menit lebih lama”, katanya. (*)
sumber
http://www.tnol.co.id/komunitas/forum/29-lain-lain/11221-singkong-gajah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar